Sunday, December 23, 2012

"Mampukah Kita Mencintai Istri Kita Tanpa Syarat"





Kadang sebagai seorang suami kita selalu lupa akan hal-hal yang kecil terutama karena kesibukan dan padatnya jadwal pekerjaan. Hiasilah istri dengan cinta, Istri ibarat lapang tenah tempat kita bercocok tanam di atasnya.


Suyatno, siapa yang tidak kenal lelaki bersahaja ini? Namanya sering muncul di koran, televisi, di buku-buku investasi dan keuangan. Dialah salah seorang dibalik kemajuan industri reksadana di Indonesia dan juga seorang pemimpin dari sebuah perusahaan investasi reksadana besar di negeri ini.

Dalam posisinya seperti sekarang ini, boleh jadi kita beranggapan bahwa pria ini pasti super sibuk dengan segudang jadwal padat. Tapi dalam note ini saya tidak akan menyoroti kesuksesan beliau sebagai eksekutif. Karena ada sisi kesehariannya sangat luar biasa!!!

Usianya sudah terbilang tidak muda lagi, 60 tahun sudah beliau melewati waktu. Namun semangat dan cintanya tidak luntur terus merawat istrinya yang sedang sakit. Dulu kang anas melihat pak Suyatno di Metro TV di undang untuk mengisi acara realty show disana. Singkat ceritanya seperti ini :
32 tahun lalu Suyanto menikah dan dikaruniai 4 orang anak.

Dari isinilah awal cobaan itu menerpa, saat istrinya melahirkan anak yang ke empat. Tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Hal itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari sebelum berangkat kerja Pak Suyatno selalu sendirian memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi dan mengangkat istrinya ke tempat tidur. Dia letakkan istrinya di depan TV agar istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya sudah tidak dapat bicara tapi selalu terlihat senyum. Untunglah tempat berkantor Pak Suyatno tidak terlalu jauh dari kediamannya, sehingga siang hari dapat pulang untuk menyuapi istrinya makan siang.

Sorenya adalah jadwal memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa saja yg dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa menanggapi lewat tatapan matanya, namun begitu bagi Pak Suyatno sudah cukup menyenangkan. Bahkan terkadang diselingi dengan menggoda istrinya setiap berangkat tidur. Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun. Dengan penuh kesabaran dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke 4 buah hati mereka. Sekarang anak- anak mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yang masih kuliah.

Pada suatu hari saat seluruh anaknya berkumpul di rumah menjenguk ibunya– karena setelah anak-anak mereka menikah dan tinggal bersama keluarga masing-masing– Pak Suyatno memutuskan dirinyalah yang merawat ibu mereka karena yang dia inginkan hanya satu ‘agar semua anaknya dapat berhasil’.

Dengan kalimat yang cukup hati-hati, anak yang sulung berkata:

Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak… bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu.” Sambil air mata si sulung berlinang.

Sudah keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak, dengan berkorban seperti ini, kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian”. Si Sulung melanjutkan permohonannya.

Anak-anakku. Jikalau perkawinan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah lagi, tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian di sampingku itu sudah lebih dari cukup,dia telah melahirkan kalian *sejenak kerongkongannya tersekat* kalian yang selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yang tidak satupun dapat dihargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini? Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya seperti sekarang, kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yang masih sakit.” Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga anak-anaknya

Sejenak meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno, merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh di pelupuk mata Ibu Suyatno, dengan pilu ditatapnya mata suami yang sangat dicintainya itu.

Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Pak Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah tidak bisa apa-apa….disaat itulah meledak tangisnya dengan tamu yang hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru.

Disitulah Pak Suyatno bercerita : “Jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian itu adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 anak yang lucu-lucu..Sekarang saat dia sakit karena berkorban untuk cinta kami bersama dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit.” Sambil menangis

Setiap malam saya bersujud dan menangis dan saya hanya dapat bercerita kepada Allah di atas sajadah  dan saya yakin hanya kepada Allah saya percaya untuk menyimpan dan mendengar rahasia saya BAHWA CINTA SAYA KEPADA ISTRI, SAYA SERAHKAN SEPENUHNYA KEPADA ALLAH”.










#CERITA LUCU#

 SABEN WONG KUWI msti duwe crito dewe dewe.........
wei mesti nak gak duwe crito jenenge kuwi duduk menungso................
salah sjine iki critoku tulung di woco jow mrengut ae zow mbi guyu tp jow guyu dewe nang pinggir ndalan engko ben gak diarani wong edan eh kliruuuuu WONG ILANG..........



KISAH PERTAMA
Cerita ini terjadi sekitar tahun 2007 – an, ketika aku masih duduk dibangku kelas 2 aliyah di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.
Pada suatu hari, sepulang sekolah, aku sedang serius membaca Koran yang tergantung di madding Koran, tepat didepan kamarku SP.1 waktu itu. Tiba-tiba seorang teman menegurku, namanya Zulpan, orang bawean.
“Dan, Dan”. Sapanya. ‘Dan’, sebagian orang memanggilku dengan sebutan itu karena aku berasal dari Medan.
Aku pun tersentak dan siap mendengarkannya.
“kata anak-anak, kamu pernah nambal gigi ya? Dimana? Antarin aku dong!!”. Lalu ia membuka bibirnya lebar hingga aku dapat melihat ada satu giginya yang hilang waktu itu.
Singkat cerita, aku pun menemaninya ke tempat ahli gigi yang beberapa waktu lalu pernah menambal gigiku yang bolong. Kerja punya kerja, akhirnya ahli gigi itu selesai memberikan satu gigi untuk zulpan hingga Zulpan terlihat tidak menakutkan lagi.
Karena giginya laku satu, si ahli gigi pun senang telah kami kunjungi. Dan sebelum pulang, kami sempat bicara sebentar. Lalu ternyata si ahli gigi masih ingat denganku. Si ahli gigi itu bilang :
“mas iki sing tau merene iku yo? (mas ini yang pernah datang kesini itu ya?)”.
Waktu itu aku belum terlalu tahu bahasa Jawa begitu juga dengan Zulpan. Tapi untuk mengartikan kalimat yang diatas ini sih, kecil bagi kami. Karena itu kalimat sederhana yang paling sering dikatakan teman-teman disekitar kami.
Dengan mantap aku langsung menjawab :
“enggeh buk”. Ahli gigi itu wanita.
“merene ijen bien?”.
Aku bingung, begitu juga dengan Zulpan. Seketika aku dan Zulpan berbalas pandang waktu itu, kemudian menjawab :
“iya buk, tadi kami sudah izin!”.
Ahli gigi itu pun senyum dan mengubah bahasanya.
“kemaren kesininya sendirian?”. Kata ahli gigi itu.
Dan kami pun tertunduk malu.
KISAH KEDUA
Kisah ini juga terjadi ketika aku masih di pesantren. Waktu itu, Idul Adha tiba. Kami pun diberi libur satu minggu. Temanku, Afif, mengajakku untuk ikut berlibur ke rumahnya di Pemekasn, Madura.
Aku pun menerima ajakannya. Kami meninggalkan pesantren bertiga. Aku, Afif dan Ulum.
Singkat cerita, akhirnya sampailah kami dipelabuhan untuk menyeberang. Waktu itu Jembatan Suramadu belum ada. Cerita disingkat lagi. Aku baru saja menertawakan temanku, Ulum yang dimarah-marahi penjual kacang. Karena si pedagang kacang ini menjeritkan dagangannya “kacang kacang kacang!”. Lalu Ulum dengan cakapnya memanggilnya dan menanyakan :
“mas, ada tahu?”.
Haha, mungkin Ulum kesal. Tapi, biarlah. Kemudian aku pun lapar. Kebetulan pedangang nasi lewat. Aha, waktunya makan nih.
“bu, nasi”.
“iya, lauknya apa nak?”. Tanya si ibu itu dengan logat maduranya.
“ayam ada?”. Tanyaku.
“ade”. Jawabnya.
“ya, ayam satu ya”. Pintaku.
“telor saja ya”. Katanya.
“lho, ayam ada?”. Tanyaku lagi.
“ade”. Jawabnya.
“ayam satu ya”. Pintaku lagi.
“telor saja ya”. Katanya.
Hampir kami bertengkar karena yang kupinta lain dan yang ditawarkannya lain. Disampingku Afif tertawa geli karena ADE artinya TIDAK ADA.
KISAH KETIGA
Kisah ini terjadi sekitar tahun 2006. Saat itu aku masih tiga bulan di Jawa. Karena lebaran tiba dan keluarga besarku akan berkumpul di Jakarta, aku pun memutuskan untuk pulang ke Medan. Lalu puasa ke 25 kami sekeluarga berangkat ke Jakarta dengan sebuah mobil. Seru lho perjalanannya. Waktu itu ayah dan abangku yang menyetir.
Meski baru di Jawa dan belum mengerti bahasa Jawa, tapi aku sudah mengerti perbedaan istilah-istilah yang digunakan orang-orang di Pulau Jawa dan orang-orang di Pulau Sumatra. Misalnya sebutan untuk KERETA API. Orang Jawa atau pun orang Jakarta kerap kali menyebutnya dengan sebutan KERETA. Sementara bagi orang Sumatra khususnya Medan menyebutnya dengan sebutan lengkap yakni KERETA API. SedangkaN kalimat KERETA orang Medan mengartikannya dengan SEPEDA MOTOR. Beda jauh bukan arti penggunaan kalimat KERETA.
Singkat cerita, kami pun sampai di Jakarta dan berkunjung ke rumah saudara yang puluhan tahun sudah tidak bertemu. Cerita punya cerita, saudara kami itu pun ngobrol dengan abangku :
“kalian dari Medan ke sini naik mobil?”.
“iya pak!”. Jawab abangku.
“tidak takut dijalan? Mungkin ada rampok?”.
“takut juga sih pak, yang paling mengerikan di Lahat, malam-malam mereka datang naik KERETA, mereka cegat mobil kita dari depan, mereka todongkan pisau atau pistol, mereka curilah barang-barang kita, baru pergi mereka, bisa-bisa mobil kita juga dibawa lari sama mereka”. Cerita abangku asyik dengan logat Medannya.
Bapak itu hanya diam, tidak melanjutkan bertanya. Mungkin benaknya bingung mengambarkan ‘KERETA mencegat sebuah mobil dimalam hari’. Aku yang mengetahui kebingungan bapak itu pun tersenyum geli. Hehe.
KISAH KEEMPAT
Kisah ini pun terjadi ketika aku masih menimba ilmu di kota santri, Jombang. Suatu ketika, abangku mengunjungiku ke Jombang setelah dari Bogor yang kebetulan dia ada semacam training disana. Berkunjung ke Jombang, abangku pun tak hanya diam dan menemuiku saja. Sesekali ke kota yang penuh pesantren itu, abangku pun ingin mengunjungi beberapa tempat di kota Jombang. Salah satunya adalah pasar Legi Jombang.
Singkatnya, kami pun naik angkot atau yang dikenal dengan ‘len’ di Jombang kepasar tersebut. Waktu itu kami berdua duduk dibagian paling belakang angkot. Ketika para penumpang lain sudah banyak yang turun dan angkot sudah terlihat hanya beberapa orang, sang kernet pun bertanya tentang tempat yang akan kami tuju. Kernet itu bilang :
“teng pundi mas?”.
Spontan abangku yang sok tahu itu mengatakan :
“ke pajak bang!”.
Haha, aku tersenyum geli. Orang Medan menyebut ‘pasar’ dengan sebutan ‘pajak’. Sementara arti ‘pasar’ bagi kami adalah ‘aspal hitam’. Sikernet pun diam tak menanya lagi. Setelah sebelumnya ia memandangi kami lama, kebingungan. Mungkin dalam pikirannya ‘kantor pajak manakah yang akan kami tuju?’.
KISAH KELIMA
Sebenarnya, ada satu kisah lagi yang membuatku tertawa ketika mengingatnya. Tapi sayang, ketika menulis kisah-kisah ini, aku berhasil menulis tiga kisah terlebih dulu. Lalu beberapa waktu tidak menulis karena ada beberapa kesibukan lainnya. Eh, ketika aku menulis kisah yang keempat, aku lupa kisah yang kelima. Hehe, maaf ya, dilain waktu kalo aku ingat kisah yang kelima, nanti kutulis deh lalu kubagi-bagi kepada sahabat-sahabatku yang luar biasa. Untuk saat ini, sampai sini dulu. Semoga tertawa. hehe …

Kisah kelima gak banyak cukup sampean'' lihat foto nya.............waktu gak sengaja eh lagi lomba nyiram taman.................sory gak jorok cuma jongkok..........xixixixiixi........sampean lihat nomer 4 dari kiri sangat menikmati nyirang bunganya..............haduh sampai kejungkel jungkel q tertawanya................hahahahahaha